ANAK BERBAKAT (KEBERBAKATAN)

 

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pengembangan sumber daya manusia berkualitas yang mampu mengantar Indonesia ke posisi terkemuka, atau paling tidak sejajar dengan negara-nImageegara lain pada hakikatnya menuntut komitmen akan dua hal, yaitu: 1) Penemukenalan dan pengembangan bakat-bakat unggul dalam berbagai bidang, dan 2) penumpukan dan pengembangan kreativitas -yang pada dasarnya dimiliki setiap orang- tapi perlu ditemukenali dan dirangsang sejak usia dini.
Seorang anak dikatakan anak luar biasa karena ia berbeda dengan anak-anak lainnya. Perbedaan terletak pada adanya ciri-ciri yang khas yang menunjukkan pada keunggulan dirinya. Namun, ‘keunggulan’ tersebut selain menjadi sebuah kekuatan dalam dirinya sekaligus menjadi ‘kelemahan’. Yang dimaksud sebagai kelemahan di sini adalah diabaikannya ia sebagai individu yang memiliki hak sama dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dirinya.

B.    Fokus Masalah
Anak-anak berbakat memiliki potensi yang luar biasa, baik untuk menjadi pribadi yang positif ataupun yang negatif. Hal ini ditentukan oleh penanganan yang mereka pada masa tumbuh kembang, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat di mana dia tinggal.
Mereka adalah bibit yang siap tumbuh, sebagaimana tanaman yang merupakan bibit unggul tidak serta merta menjadi tumbuhan yang luar biasa, karena akan bergantung pada keadaan tanah di mana ia ditanam, bagaimana unsur haranya, mineralnya, bagaimana pemupukan yang ia terima, penyinaran mataharinya dan lain sebagainya.
Orangtua dan pendidik seyogyanya menyadari pentingnya pengenalan tanda-tanda anak berbakat, dengan demikian bisa menentukan pendekatan apa yang tepat dan bagaimana cara menerapkan pada pola didik anak yang bersangkutan.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A.    Pengertian
Definisi menurut USOE (United States Office of Education), anak berbakat adalah anak yang dapat membuktikan kemampuan berprestasinya yang tinggi dalam bidang-bidang seperti intelektual, kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan atau akademik spesifik dan mereka yang membutuhkan pelayanan atau aktivitas yang tidak sama dengan yang disediakan di sekolah sehubungan dengan penemuan kemampuan-kemampuannya (Hawadi, 2002).
Keberbakatan (giftedness)dan keunggulan dalam kinerja mempersyaratkan dimilikinya tiga cluster ciri-ciri yang saling terkait, yaitu: kemampuan umum atau kecerdasan di atas rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas sebagai motivasi internal cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, ketiga karakteristik tersebut perlu ditumbuhkembangkan dalam tiga lingkungan pendidikan, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Keberbakatan merupakan interaksi antara kemampuan umum dan atau spesifik, tingkat tanggung jawab terhadap tugas yang tinggi, dan tingkat kreativitas yang tinggi (Renzulli dalam hawadi, 2002)
Sedangkan menurut Depdiknas (2003), anak berbakat adalah mereka yang oleh psikolog dan atau guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan pada tugas yang tergolong baik.

B.    Faktor-faktor Penyebab
1.    Faktor Genetik dan Biologis Lainnya
Pendapat bahwa intelegensi dan kemampuan yang berkualitas adalah diturunkan kurang dapat diterima di masayarakat yang memandang bahwa semua orang itu sama. Penelitian dalam genetika perilaku menyatakan bahwa setiap jenis dalam perkembangan perilaku dipengaruhi secara signifikan melalui gen/keturunan. Namun demikian faktor biologis juga tidak dapat diingkari, faktor biologis yang belum bersifat genetik yang berpengaruh pada intelegensi adalah faktor gizi dan neurologik. Kekurangan nutrisi dan gangguan neurologik pada masa kecil dapat menyebabkan keterbelakangan mental. Studi dari Terman terhadap orang-orang yang memiliki IQ tinggi menunjukkan keunggulan fisik seperti: tinggi, berat, daya tarik dan kesehatan, dibandingkan mereka yang intelegensinya lebih rendah.
Penekanannya adalah, individu tidak mewarisi IQ atau bakat. Yang diwariskan adalah sekumpulan gen yang bersama dengan oengalaman-pengalaman akan menentukan kapasitas dari intelegensi dan kemampuan-kemampuan lainnya (Zigler & Ferber, dalam Hallahan & Kauffman, 1994).

2.    Faktor Lingkungan
Stimulasi, kesempatan, harapan, tuntutan, dan imbalan akan berpengaruh pada proses belajar seorang anak. Penelitian tentang individu-individu berbakat yang sukses menunjukkan masa kecil mereka di dalam keluarga memiliki keadaan sebagai berikut:
    Adanya minat pribadi dari orang tua terhadap  bakat anak dan memberikan dorongan
    Orangtua sebagai panutan
    Ada dorongan dari orangtua untuk menjelajah
    Pengajaran bersifat informal dan terjadi dalam berbagai situasi, proses belajar awal lebih bersifat eksplorasi dan bermain
    Keluarga berinteraksi dengan tutor/mentor
    Ada perilaku-perilaku dan nilai yang diharapkan berkaitan dengan bakat anak dalam keluarga
    Orangtua menjadi pengamat latihan-latihan, memberi pengarahan bila diperlukan, memberikan pengukuran pada perilaku anak yang dilakuakn dengan terpuji dan memenuhi standard yang ditetapkan
    Orangtua mencarikan instruktur dan guru khusus bagi anak
    Orantua mendorong keikutsertaan anak dalam berbagai acara positif di mana kemampuan anak dipertunjukkan pada khalayak ramai
Anak-anak yang disadari memiliki potensi perlu dikembangkan, perlu memiliki keluarga yang penuh rangsangan, pengarahan, dorongan, dan imbalan-imbalan untuk kemampuan mereka.
Penelitian lain menunjukkan bahwa kelompok budaya atau etnik-etnik tertentu menghasilkan lebih banyak anak-anak berbakat walaupun tingkat sosial ekonominya berbeda. Hal ini dikaitkan dengan mobilitas sosial dan nilai yang tinggi pada prestasi di dalam bidang-bidang tertentu yang ada dalam kelompok budaya dan etnik tertentu yang menjadi kontribusi dalam keberbakatan.
Jadi lingkungan memeiliki pengaruh yang banyak terkait bagaimana genetik anak diekspresikan dalam kesehariannya. Faktor keturunan lebih menentukan rentang di mana seseorang akan berfungsi, dan faktor lingkungan menentukan apakah individu akan berfungsi pada pencapaian lebih rendah atau lebih tinggi dari rentang tersebut.

C.    Karakteristik
Biasanya anak yang kreatif  selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Mereka biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri, lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan orang lain. Merekapun tidak merasa takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif cenderung menonjol, berbeda, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi/kebiasaan setempat. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Thomas Alpha Edioson mengungkapkan bahwa “Genius is 1% inspiration and 99% perspiration”.
Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinil mereka telah dipikirkan matang-matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya.
Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang cukup tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang, dan memiliki kemampuan untuk bermain ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1985 oleh Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menemukan 20 (dua puluh) ciri-ciri dengan masing-masing lima ciri-ciri dengan masing-masing 5 (lima) ciri keberbakatan yang dianggap penting oleh guru di Indonesia.
20 ciri keberbakatan dilihat dari 4 aspek, yaitu : ciri kemampuan belajar, ciri kreativitas, ciri pelibatan diri, ciri kepribadian. Ciri-ciri keberbakatan tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Daya tangkap cepat
2.    Memiliki kecerdasan tinggi
3.    Mudah memecahkan masalah
4.    Kritis
5.    Pemikiran kritis dan logis
6.    Kreativitas
7.    Memiliki keinginan tahu yang besar
8.    Berani mengutarakan dan mempertahankan pendapat
9.    Aktif, sering bertanya dengan tepat
10.    Memiliki inisiatif
11.    Memiliki tanggung jawab terhadap tugas
12.    Tekun
13.    Teratur dalam belajar
14.    Teliti
15.    Memiliki ambisi untuk berprestasi
16.    Mempunyai rasa percaya diri
17.    Memilikiki jiwa kepemimpinanan
18.    Kepribadian mantap
19.    Taat pada peraturan
20.    Sopan dalam bersikap

D.    Upaya Penanganan (Intervensi)
1.    Keluarga
Berbagai penelitian pakar psikologis menemukan bahwa sikapo dan nilai orangtua berkaitan erat dengan kreativitas anak. Beberapa faktor dalam peran orangtua yang menentukan adalah sebagai berikut:

a)    Kebebasan
Orangtua sebaiknya memberikan kebebasan pada anak, tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi anak, dan tidak terlalu membatasi kegiatan anak. Mereka juga tidak terlalu cemas mengenai anak mereka
b)    Respek
Orangtua hendaknya menghormati anak-anak mereka sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan mereka. Dengan sikap seperti ini, anak-anak akan secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang orisinal
c)    Kedekatan emosional yang sedang
Kreativitas anak akan terhambat dengan suasana emosional yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa terpisah. Tetapi keterikatan emosional yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan kreativitas anak. Anak perlu merasa bahwa ia diterima dan disayangi tetapi seyogyanya tidak terlalu tergantung kepada orangtua
d)    Prestasi, bukan angka
Orangtua harus menghargai prestasi anak, mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya-karya yang baik. Tetapi tidak terlalu menekankan mereka untuk mencapai angka atau nilai tinggi, atau peringkat tertinggi

e)    Orangtua aktif dan mandiri
Orangtua adalah model bagi anak, orangtua yang kreatif merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak memperdulikan status sosial, dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial.
f)    Menghargai kreatifitas
Anak membutuhkan apresiasi atas segala pencapaian mereka, hal itu akan membuat mereka merasa apa yang telah mereka kerjakan tidak sia-sia dan sangat berharga. Sehingga memacu mereka untuk terus berkarya.

2.    Sekolah
Anak berbakat membutuhkan guru yang tidak sekedar baik, tapi memahami bagaimana cara terbaik dan tepat untuk menangani anak berbakat. Mandell dan Fiscus (dikutip Sisk, 1987) melaporkan hasil penelitian bahwa anak berbakat dapat bereaksi dengan kemarahan, kebencian, atau kesebalan jika guru mereka. Ward menyebutkan bahwa anak berbakat memerlukan pendidikan yang berdifferensiasi, yaitu pendidikan yang sesuai dengan minat dan kemampuan intelektualnya. Melalui pengembangan kurikulum yang berdifferensiasi, maka keberbakatan akan muncul dengan sendirinya melalui prestasi dan karya-karya mereka.
Maker (1982) membagi karakteristik guru anak berbakat menjadi tiga kelompok: filosofis, profesional, dan pribadi.

•    Karakteristik Filosofis
Karakteristik filosofis perlu karena bagaimana cara guru memandang pendidikan akan berdampak pada bagaimana pendekatan yang mereka pilih untuk mengajar.
Storm (1983) mengemukakan konflik filosofis dapat dialami guru dengan anak berbakat. Guru cenderung berpikir bahwa anak berbakat dapat berhasil dari dirinya sendiri, sehingga tidak perlu mempertimbangkan ketidakpuasan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan mereka. Akibatnya, anak berbakat meraih prestasi di bawah kemampuan mereka. Studi yang dilakukan di Iowa, sebagaimana dilakukan Strom menunjukkan bahwa 45% dari siswa dengan IQ di atas 130 mencapai nilai rata-rata di sekolah di bawah C.
Dalam konflik filosofis, guru dapat mengalami kesulitan dengan upaya pengembangan kreativitas di dalam kelas. Siswa berbakat kreatif melaporkan bahwa mereka sering dimarahi, dicemoohkan, dan tidak memperoleh tantangan dalam belajar.
•    Karakteristik Profesional
Karakteristik profeional bisa dikembangkan melalui pelatihan dalam jabatan (in-job training), seperti kemampuan untuk mempergunakan keterampilan dinamika kelompok, teknik, dan strategi yang maju dalam mata ajaran tertentu, memberikan pelatihan inquiry dan memahami komputer.
Plowman (dalam Sisk, 1987) membedakan sepuluh kelompok karakteristik profesional guru bagi anak berbakat, yaitu:
a)    Assessment anak berbakat
b)    Mengetahui tentang sifat dan kebutuhan anak berbakat
c)    Menggunakan data assessment dalam merencanakan program individual anak berbakat
d)    Mengetahui tentang model kurikulum yang penting untuk pendidikan anak berbakat
e)    Mampu dalam menggunakan dinamika kelompok
f)    Mengetahui tentang berbagai program untuk anak berbakat, minat, dan komitmen terhadap pembelajaran anak berbakat
g)    Mengetahui aturan dan hukum sehubungan dengan pendidikan anak berbakat
h)    Mengetahui dan mampu untuk membimbing anak berbakat dan orang tua mereka
i)    Mengetahui tentang kecenderungan dan isu dewasa ini dalam pendidikan anak berbakat

•    Karakteristik Pribadi
Karakteristik pribadi guru bagi anak berbakat meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas, dan kelenturan (fleksibilitas). Lindsey (dalam Sisk, 1987) menyimpulkan karakteristik pribadi dari guru yang berhasil bekerja dengan anak berbakat mencakup: memahami dan menerima diri sendiri, mempunyai kekuatan ego, kepekaan terhadap orang lain, minat intelektual di atas rata-rata, serta bertanggung jawab terhadap perilaku diri sendiri dan akibatnya. Karaktereistik pribadi lainnya adalah empati, tenggang rasa, orisinalitas, antusiasme, dan aktualisasi diri.

3.    Masyarakat
Suatu masyarakat yang berdasarkan pada hukum yang adil, yang memungkinkan kondisi ekonomi dan psikologis baik bagi warga negaranya, merupakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan kreatifitas. Study dari Gray (dikutip Arieti, 1976) menunjukkan bahwa masyarakat yang sehat dan sejahtera akan memupuk kreatifitas. Arieti mengemukakan sembilan faktor sosiokultural yang kreatif:
a)    Tersedianya sarana kebudayaan
b)    Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan
c)    Penekanan pada “becoming” (menjadi) bukan sekedar hanya pada “being” (sekedar ada)
d)    Memberikan kesempatan bebas terhadap media kebudayaan bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi
e)    Timbulnya kebebasan setelah pengalaman tekanan dan tindakan keras
f)    Keterbukaan terhadap kebudayaan yang berbeda, bahkan yang kontras
g)    Toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen
h)    Adanya interaksi antara individu-individu yang berpengaruh
i)    Adanya insentif, penghargaan, atau hadiah
Selain itu sangat dibutuhkan kerjasama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga dan sekolah dapt bersama-sama mengusahakan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat, misalnya dengan memandu dan memupuk minat anak.  Perlu diadakan pertemuan berkala antara guru-guru yang membimbing anak berbakat dengan orangtua anak berbakat untuk bersama-sama membicarakan dan mambahas masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan keberbakatan anak.
Program-program kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan bakat anak, misalnya: belajar musik, menari, drama, ilmu, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Seorang anak dikatakan anak luar biasa karena ia berbeda dengan anak-anak lainnya. Perbedaan terletak pada adanya ciri-ciri yang khas yang menunjukkan pada keunggulan dirinya. Namun, ‘keunggulan’ tersebut selain menjadi sebuah kekuatan dalam dirinya sekaligus menjadi ‘kelemahan’. Yang dimaksud sebagai kelemahan di sini adalah diabaikannya ia sebagai individu yang memiliki hak sama dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dirinya.
Keberbakatan (giftedness)dan keunggulan dalam kinerja mempersyaratkan dimilikinya tiga cluster ciri-ciri yang saling terkait, yaitu: kemampuan umum atau kecerdasan di atas rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas sebagai motivasi internal cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, ketiga karakteristik tersebut perlu ditumbuhkembangkan dalam tiga lingkungan pendidikan, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat.

B.    Saran
Orangtua sebaiknya merasa perlu menambah wawasan tentang tumbuh kembang anak, hal ini mencakup tahap-tahap perkambangan anak,  pola asuh dan pola didik anak. Dengan mengetahui informasi tentang tahap perkembangan anak, maka orangtua bisa secara dini mengenali hal-hak yang tidak biasa yang ada pada diri anak.
Kemudian, dengan memahami konsep-konsep pola asuh dan pola didik yang ilmiah, maka orangtua akan mampu menimimalisir kesalahan dalam menerapkan nilai, sikap, dan perilaku dalam menghadapi anak, terutama ketika anak-anak menunjukkan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dengan anak-anak seusianya.
Di samping orangtua, seorang pendidik atau guru dianjurkan juga menambah pengetahuan tentang perkembangan anak, disamping menguasai substansi mata pelajaran yang diajarkannya di dalam kelas, tentunya hal ini akan memudahkan bagi guru dalam mengambil pendekatan sesuai dengan kepribadian si anak.
Pemerintah sebagai payung utama pertumbuhan dan perkembangan warga negaranya, semestinya menaruh perhatian besar terhadap penelitian-penelitian, pengembangan-pengembangan terkait dengan pendidikan anak berbakat. Karena hal ini terkait dengan kesuksesan generasi muda sebuah negara dalam menyongsong masa depannya.

DAFTAR PUSTAKA
Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta: LPSP3 UI

Tinggalkan komentar